Yogyakarta - Barang Milik Negara (BMN) merupakan aset penting yang mendukung penyelenggaraan tuga...
Yogyakarta - Wayang perlu dimaknai sebagai satu refleksi untuk introspeksi dari kita semua. Karena wayang itu adalah filosofi dalam kehidupan, semuanya masuk. Sehingga ada yang memaknai wayang sebagai bayang-bayang kehidupan. Tapi bisa sebaliknya, memang kehidupan ini tercermin di dalam cerita-cerita pewayangan yang disamarkan dengan deretan tokoh-tokohnya.
Hal tersebut disampaikan Direktur AKN Seni dan Budaya Yogyakarta Prof. Dr. Drs. Kuswarsantyo, MHum di sela perhelatan Peringatan Hari Wayang Nasional 2025 “Gelar Cipta Wayang: Melukis Warisan, Mengukir Masa Depan” di Pendopo kampus setempat Sabtu, (8/11/2025). Perhelatan ini menyasar generasi muda yaitu pelajar dan mahasiswa, masyarakat umum, wisatawan budaya serta komunitas budaya dan sanggar seni.
Turut hadir dalam peringatan ini Wakil Direktur Drs. Kartiman, MSn., Kasubag TU Bayu Aprianto, SPd. MPd, Ketua Panitia Acara merangkap Kordinator Prodi Kriya Ima Novilasari, MSn, jajaran Senat, Dosen, Tenaga Pendidik serta para tamu undangan dan peserta.
“Oleh sebab itu peringatan Hari Wayang ini penting dilakukan sebagai media untuk introspeksi diri supaya kita meneladani tokoh-tokoh yang memang pantas dijadikan teladan untuk kemajuan pengembangan program di lembaga-lembaga ataupun sekolah terutama untuk penguatan karakter,” ucap Kuswarsantyo. Ia melanjutkan, wayang sangat penting terlebih di lembaga pendidikan seni karena bisa untuk pembumian wayang kepada kawula muda. Apalagi saat ini ada tren wayang digemari generasi muda.
“Media menentukan apakah wayang akan disukai generasi muda atau tidak. Dari sisi sajian, kemasan-kemasan penting ditampilkan dengan inovasi. Kemudian secara bentuk, struktur dan teksturnya perlu ada varian-varian baru dalam wayang,” sebut Direktur. “Wayang itu kan tidak hanya cerita Mahabharata dan Ramayana, tapi juga yang akhir-akhir ini muncul contohnya Wayang Babat, Wayang Diponegaran dan lainnya. Yang revolusi juga ada Wayang Revolusi,” terangnya.
“Semua itu dalam rangka pengenalan pada generasi muda supaya image wayang tidak hanya dimaknai cerita Ramayana Mahabharata, tapi bisa dalam konteks legenda, cerita rakyat dan seterusnya,” pungkas Kuswarsantyo. (Humas-AKNSenBud)
0 Komentar