Yogyakarta, aknyogya.ac.id – Memasuki tahun 2025 mahasiswa Akademi Komunit...

Bantul- Program Studi Kriya Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta, pada jadwal mata kuliah tatah wayang kulit, Rabu, 22/2, terasa beda. Adanya mata kuliah sisipan tentang tatah sungging wayang kulit gaya kedu Temanggungan membuat suasana cukup berbeda.
Wayang sebagai salah satu seni pertunjukan yang masih eksis di pentaskan hingga saat ini, merupakan seni yang bukan hanya tontonan atau hiburan semata. Namun, di dalamnya terkandung pertunjukan yang menjadi tuntunan dan ajaran budi pekerti serta ketauladanan, pendidikan yang mencerminkan kehidupan yang bernilai luhur.
Legowo Cipto Karsono seorang maestro seniman tatah wayang kulit gaya kedu di saat memberikan materi kuliah pada mahasiswa AKN Senbud Yk menceritakan bahwa sejatinya sejak perjanjian Giyanti dengan pembagian kekuasaan Mataram pada waktu itu, wayang kulit sudah mulai dikenal dengan tatahan gaya Yogyakarta, Surakarta dan Kedu itu ada sedikit kesamaan. Kemiripan tatahan wayang ini berdasarkan satu sumber yakni pada masa kasultanan Mataram.
Gaya wayang kedu sendiri mempunyai dua patron, yaitu Ki Moro Wongso dan Ki Moro Guno. K edua tokoh tatah wayang kulit gaya kedu ini mempunyai ciri khas dan pengikut corak pahatannya tersendiri. Seperti wayang kayon gaya kedu Temanggungan, dimana dalam oranamen gunungan untuk corak kedu Temanggungan tidak banyak hiasan bentuk hewan seperti wayang kayon gaya Yogyakarta ataupun Surakarta. Kayon gaya kedu lebih pada semacam lempengan batu yoni yang menopang ranting bercabang empat, dalam filosofinya kiblat papat siji pancer.
“Wayang kulit purwa gaya kedu hampir sama dengan wayang kulit purwa yang ada di Jawa pada umumnya. Terlebih lagi jika disamakan dengan wayang kulit gaya Kartasura. Namun demikian, bentuk wayang kulit gaya kedu versi Moro Wongso dan Moro Guno atau lebih dikenal dengan wayang gaya Temanggungan apabila diamati secara detail terdapat hal-hal yang spesifik dan berbeda. Seperti motif atau cengkok tatahan maupun sunggingan yang diterapkan pada tiap-tiap bagian wayang baik pada bagian tubuh wayang, busana dan aksesorisnya”, jelas Legowo Cipto Karsono
Di tempat yang sama Junende Rahmawati, M.Sn. Kordinator Program Studi Seni Kriya AKN Senbud Yk kepada media aknyogya.ac.id mengatakan, ilmu yang diberikan sangat bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan prodi kriya serta penyampaian materinya sangat apik, santun dan sangat mudah dipahami.
“Merasa senang dan saya ingin menjadikan agenda pembelajaran pengetahuan wayang kedu ini sebagai agenda rutin. Mata kuliah sisipan yang berlangsung ini memberikan ilmu dan membuka wawasan kita yang haus akan informasi pengetahuan mengenai wayang”, ujar Kaprodi Kriya ini.
Demi tetap lestari dan terhindar dari kepunahan, mari kita bersama-sama baik pelaku seni, pengrajin wayang dan akademisi serta pemerintah senantiasa menjaga, mensosialisasikan dan nguri-uri wayang kulit sebagai warisan budaya nenek moyang kita.
Rochmad-AKN
0 Komentar